Browses


Pusaka Leluhur Dikirab 222 Kilometer

JavaMagazine (Yogyakarta) - Dari Pelataran Sewandanan Puro Pakualaman, Minggu (12/2) pukul 08.00 dimulailah perjalanan Kirab Pusaka Leluhur yang diikuti lebih dari 300 warga dari sejumlah paguyuban budaya kejawen (Pandemen)yang bertemakan "Kirab Pusaka Manunggaling Kawulo Gusti".

Jarak yang ditempuh prosesi Kirab tersebut sekitar 222 kilometer dengan melintasi satu kota dan empat Kabupaten di DIY. Peserta menggunakan sejumlah kendaraan dari roda empat dan roda dua dengan membawa tiga pusaka, yakni Payung (songsong), keris dan tombak.

Kirab itu sendiri dibagi dalam enam etape, mulai Pura Pakualaman menuju Sendang Panguripan Nangsri, Makam Ki Ageng Giring, menuju Pantai Parang Kusumo, dilanjutkan ke Pesanggrahan Ambar Ketawang dan berakhir di Pagelaran Kraton Yogyakarta.

Sendang Panguripan Nangsri dan Pesanggrahan Ambarketawang dipilih karena merupakan tempat persinggahan Pangeran Diponegoro dan Sri Sultan Hamengku Buwono I dalam perjuangannya. Sedangkan Sendang Panguripan Nangsri di Lereng Gunung Merapi dilintasi Kirab karena merupakan tempat Pangeran Diponegoro untuk mempertahankan kemerdekaan bangsa. Saat itu Pangeran Diponegoro dan masyarakat sekitar membangun kekuatan untuk melawan pemjajah kolonial Belanda. Dan Ambarketawang dipilih karena menjadi petilasan PAngeran Mangkubumi saat pertamakali mendirikan Keraton Yogyakarta.

Kirab Pusaka ini diikuti beberapa kelompok masyarakat. Diantaranya Kelompok Putra Putri Debus Ki Yuda, Barisan Pareanom, Barisan Diponegoro, Paguyuban Gerakan Semesta Tunggal mataram, Gerakan Fajar Nusantara dan Pesantren Bayu Mataram. (Ed)



Tradisi Sedekah Dewi Sri di Jelok Patuk, Gunung Kidul

JavaMagazine (Yogyakarta) - Bagi sebagian warga Dusun Jelok, Beji, Kecamatan Patuk, tradisi sedekah pada Dewi Sri masih terus dilestarikan meski tergerus zaman.

Tradisi unik tersebut sudah dilaksanakan beberapa tahun terakhir ini dengan rutin. Awal tradisi ini adalah turun temurun sejak nenek moyang terdahulu, tanpa bisa dirinci kapan mulainya karena sudah merupakan kebiasaan yang dilakukan asyarakat setempat.

Tradisi sedekah Dewi Sri dimulai bersamaan dengan menguningnya padi yang mereka tanam. Upacara dimulai dengan prosesi arak-arakan sesaji yang dibawa dengan cara disunggi (dibawa di kepala), dari rumah penduduk dengan jarak sekitar 1 kilometer.
Sesaji terdiri dari ingkung ayam, nasi, buah-buahan, minuman dan juga ketupat tersebut kemudian diletakkan di atas tikar di area persawahan. Bersama-sama para peserta prosesi memanjatkan doa dengan dipimpin oleh seorang sesepuh yang diawali dengan membakar kemenyan. Setelah itu, sesepuh itu mengambil beberapa batang padi yang sudah berbuah untuk didoakan sebagai lambang kesuburan.

Makna dari acara tersebut, menurut para sesepuh adalah suatu bentuk penghormatan kepada Dewi Sri, yang menurut keyakinan mereka adalah yang memberi kesuburan. Setelah prosesi tersebut, warga menyantap hidangan yang menjadi sesaji. Warga menjelaskan bahwa setiap tamu yang datang wajib menyantap sesaji tersebut sebagai salah satu bentuk penghormatan atas kesuburan yang telah diberikan.

Acara yang diadakan setiap tahun sekali itu akan diteruskan, dan hal tersebut sudah menjadi kearifan lokal yang patut dilestarikan oleh setiap warga. Sayangnya tidak semua warga yang melakukan tradisi tersebut, dari sekitar 130 KK yang ada di wilayah Jelok, hanya beberapa warga saja yang terlibat dalam acara tersebut sebagai ungkapan rasa syukur mereka dengan memanjatkan doa-doa permohonan mereka. (Ed)


0 komentar:

Posting Komentar

Pilih Permata Yang Anda Sukai !

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 

Powered by Java Magazine